Jumat, 17 Juli 2009

FAKTOR-FAKTOR HAMBATAN KOMTER

Faktor - Faktor Hambatan Komunikasi Terapeutik
Menurut Purwanto, Hery, 1994 Faktor hambatan dalam proses komunikasi Terapeutik:
1. Kemampuan pemahaman yang berbeda.
2. Pengamatan / penafsiran yang berbeda karena pengalaman masa lalu.
3. Komunikasi satu arah
4. Kepentingan yang berbeda.
5. Memberikan jaminan yang tidak mungkin.
6. Memberitahu apa yang harus dilakukan kepada pasien.
7. Membicarakan hal-hal yang bersifat pribadi
8. Menuntut bukti, tantangan serta penjelasan dari pasien mengenai tindakannya.
9. Memberikan kritik tentang perasaan pasien.
10. Menghentikan / mengalihkan topik pembicaraan.
11. Terlalu banyak bicara yang mana seharusnya mendengarkan.
12. Memperlihatkan sifat jemu, pesimis.

Faktor Penghambat Komunikasi ( Kariyoso, 1994 )
1. Kecakapan yang kurang dalam berkomunikasi.
2. Sikap yang kurang tepat.
3. Kurang pengetahuan.
4. Kurang memahami sistem sosial.
5. Prasangka yang tidak beralasan.
6. Jarak fisik, komunikasi menjadi tidak lancar jika komunikator berjauhan dengan receiver.
7. Tidak ada persamaan persepsi
8. Indera yang rusak.
9. Berbicara yang berlebihan.
10. Mendominir pembicaraan dan lain sebagainya.


PENDEKATAN KOMUNIKASI THERAPEUTIK


Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien (Purwanto,1994). Teknik komunikasi terapeutik merupakan cara untuk membina hubungan yang terapeutik dimana terjadi penyampaian informasi dan pertukaran perasaan dan pikiran dengan maksud untuk mempengaruhi orang lain (Stuart & sundeen,1995).
Adapun tujuan pendekatan komunikasi terapeutik adalah:
1. Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya pada hal yang diperlukan;
2. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan mempertahankan kekuatan egonya;
3. Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri.
Fungsi plendekatan komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan mengajarkan kerja sama antara perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan pasien. Perawat berusaha mengungkap perasaan, mengidentifikasi dan mengkaji masalah serta mengevaluasi tindakan yang dilakukan dalam perawatan (Purwanto, 1994).
Prinsip-prinsip komunikasi adalah:
1. Klien harus merupakan fokus utama dari interaksi
2. Tingkah laku professional mengatur hubungan terapeutik
3. Membuka diri dapat digunakan hanya pada saat membuka diri mempunyai tujuan terapeutik
4. Hubungan sosial dengan klien harus dihindari
5. Kerahasiaan klien harus dijaga
6. Kompetensi intelektual harus dikaji untuk menentukan pemahaman
7. Implementasi intervensi berdasarkan teori
8. Memelihara interaksi yang tidak menilai, dan hindari membuat penilaian tentang tingkah laku klien dan memberi nasihat
9. Beri petunjuk klien untuk menginterprestasikan kembali pengalamannya secara rasional
10. Telusuri interaksi verbal klien melalui statemen klarifikasi dan hindari perubahan subyek/topik jika perubahan isi topik tidak merupakan sesuatu yang sangat menarik klien.

Kamis, 16 Juli 2009

CONTOH HASIL KOMTER

CONTOH HASIL KOMUNIKASI TERAPEUTIK
Contoh Hasil Komunikasi Terapeutik Efektif:
• Pasien merasa dokter menjelaskan keadaannya sesuai tujuannya berobat.
Berdasarkan pengetahuannya tentang kondisi kesehatannya, pasien pun
mengerti anjuran dokter, misalnya perlu mengatur diet, minum atau
menggunakan obat secara teratur, melakukan pemeriksaan (laboratorium,
foto/rontgen, scan) dan memeriksakan diri sesuai jadwal, memperhatikan
kegiatan (menghindari kerja berat, istirahat cukup, dan sebagainya).

• Pasien memahami dampak yang menjadi konsekuensi dari penyakit yang
dideritanya (membatasi diri, biaya pengobatan), sesuai penjelasan dokter.
Pasien merasa dokter mendengarkan keluhannya dan mau memahami
keterbatasan kemampuannya lalu bersama mencari alternatif sesuai kondisi
dan situasinya, dengan segala konsekuensinya.
• Pasien mau bekerja sama dengan dokter dalam menjalankan semua upaya
pengobatan/perawatan kesehatannya.

Contoh Hasil Komunikasi terapeutik YangTidak Efektif:
• Pasien tetap tidak mengerti keadaannya karena dokter tidak menjelaskan,
hanya mengambil anamnesis atau sesekali bertanya, singkat dan mencatat
seperlunya, melakukan pemeriksaan, menulis resep, memesankan untuk
kembali, atau memeriksakan ke laboratorium/foto rontgen, dan sebagainya.
• Pasien merasa dokter tidak memberinya kesempatan untuk bicara, padahal
a yang merasakan adanya perubahan di dalam tubuhnya yang tidak ia
mengerti dan karenanya ia pergi ke dokter. Ia merasa usahanya sia-sia
karena sepulang dari dokter ia tetap tidak tahu apa-apa, hanya mendapat
resep saja.
• Pasien merasa tidak dipahami dan diperlakukan semata sebagai objek,
bukan sebagai subjek yang memiliki tubuh yang sedang sakit.
• Pasien ragu, apakah ia harus mematuhi anjuran dokter atau tidak.
• Pasien memutuskan untuk pergi ke dokter lain.
• Pasien memutuskan untuk pergi ke pengobatan alternatif atau komplementer
atau menyembuhkan sendiri (self therapy).

Komunikasi terapetik yang efektif diharapkan dapat mengatasi kendala yang ditimbulkan olehkedua pihak, pasien dan dokter. Opini yang menyatakan bahwa mengembangkan komunikasi dengan pasien hanya akan menyita waktu dokter, tampaknya harus diluruskan. Sebenarnya bila dokter dapat membangun hubungan komunikasi yang efektif dengan pasiennya, banyak hal-hal negatif dapat dihindari. Dokter dapat mengetahui dengan baik kondisi pasien dan keluarganya dan pasien pun percaya sepenuhnya kepada dokter. Kondisi ini amat berpengaruh pada proses penyembuhan pasien selanjutnya. Pasien merasa tenang dan aman ditangani oleh dokter sehingga akan patuh menjalankan petunjuk dan nasihat dokter karena yakin bahwa semua yang dilakukan adalah untuk kepentingan dirinya. Pasien percayabahwa dokter tersebut dapat membantu menyelesaikan masalah kesehatannya.

Kurtz (1998) menyatakan bahwa komunikasi efektif justru tidak memerlukan waktu
lama. Komunikasi terapeutik yang efektif terbukti memerlukan lebih sedikit waktu karena dokterterampil mengenali kebutuhan pasien (tidak hanya ingin sembuh). Atas dasar kebutuhan pasien, dokter melakukan manajemen pengelolaan masalah kesehatan bersama pasien. Komunikasi efektif dokter-pasien adalah kondisi yang diharapkan dalam pemberian pelayanan medis namun disadari bahwa dokter dan dokter gigi di Indonesia belum disiapkan untuk melakukannya. Untuk itu dirasakan perlunya memberikan pedoman (guidance) untuk dokter guna memudahkan berkomunikasi dengan pasien dan atau keluarganya. Melalui pemahaman tentang hal-hal penting dalam pengembangan komunikasi dokter-pasien diharapkan terjadi perubahan sikap dalam hubungan dokter-pasien.

Rabu, 15 Juli 2009

MENCEGAH TERJADINYA HAMBATAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK

HAL-HAL YANG PERLU DIKETAHUI UNTUK MENCEGAH TERJADINYA HAMBATAN DALAM KOMUNIKASI TERAPEUTIK
A.Komponen Komunikasi Terapeutik
Model struktural dari komunikasi mengidentifikasi lima komponen fungsional berikut (Hamid, 1998) :
a.Pengirim : yang menjadi asal dari pesan.
b.Pesan : suatu unit informasi yang dipindahkan dari pengirim kepada penerima.
c.Penerima : yang mempersepsikan pesan, yang perilakunya dipengaruhi oleh pesan.
d.Umpan balik : respon dari penerima pesan kepada pengirim pesan.
e.Konteks : tatanan di mana komunikasi terjadi.
Jika perawat mengevaluasi proses komunikasi dengan menggunakan lima elemen struktur ini maka masalah-masalah yang spesifik atau kesalahan yang potensial dapat diidentifikasi.
Menurur Roger, terdapat beberapa karakteristik dari seorang perawat yang dapat memfasilitasi tumbuhnya hubungan yang terapeutik.Karakteristik tersebut antara lain : (Suryani,2005).
a.Kejujuran (trustworthy). Kejujuran merupakan modal utama agar dapat melakukan komunikasi yang bernilai terapeutik, tanpa kejujuran mustahil dapat membina hubungan saling percaya. Klien hanya akan terbuka dan jujur pula dalam memberikan informasi yang benar hanya bila yakin bahwa perawat dapat dipercaya.
b.Tidak membingungkan dan cukup ekspresif. Dalam berkomunikasi hendaknya perawat menggunakan kata-kata yang mudah dimengerti oleh klien. Komunikasi nonverbal harus mendukung komunikasi verbal yang disampaikan. Ketidaksesuaian dapat menyebabkan klien menjadi bingung.
c.Bersikap positif. Bersikap positif dapat ditunjukkan dengan sikap yang hangat, penuh perhatian dan penghargaan terhadap klien. Roger menyatakan inti dari hubungan terapeutik adalah kehangatan, ketulusan, pemahaman yang empati dan sikap positif.
d.Empati bukan simpati. Sikap empati sangat diperlukan dalam asuhan keperawatan, karena dengan sikap ini perawat akan mampu merasakan dan memikirkan permasalahan klien seperti yang dirasakan dan dipikirkan oleh klien. Dengan empati seorang perawat dapat memberikan alternatif pemecahan masalah bagi klien, karena meskipun dia turut merasakan permasalahan yang dirasakan kliennya, tetapi tidak larut dalam masalah tersebut sehingga perawat dapat memikirkan masalah yang dihadapi klien secara objektif. Sikap simpati membuat perawat tidak mampu melihat permasalahan secara objektif karena dia terlibat secara emosional dan terlarut didalamnya.
e.Mampu melihat permasalahan klien dari kacamata klien.Dalam memberikan asuhan keperawatan perawat harus berorientasi pada klien, (Taylor, dkk ,1997) dalam Suryani 2005. Untuk itu agar dapat membantu memecahkan masalah klien perawat harus memandang permasalahan tersebut dari sudut pandang klien. Untuk itu perawat harus menggunakan terkhnik active listening dan kesabaran dalam mendengarkan ungkapan klien. Jika perawat menyimpulkan secara tergesa-gesa dengan tidak menyimak secara keseluruhan ungkapan klien akibatnya dapat fatal, karena dapat saja diagnosa yang dirumuskan perawat tidak sesuai dengan masalah klien dan akibatnya tindakan yang diberikan dapat tidak membantu bahkan merusak klien.
f.Menerima klien apa adanya.Jika seseorang diterima dengan tulus, seseorang akan merasa nyaman dan aman dalam menjalin hubungan intim terapeutik. Memberikan penilaian atau mengkritik klien berdasarkan nilai-nilai yang diyakini perawat menunjukkan bahwa perawat tidak menerima klien apa adanya.
g.Sensitif terhadap perasaan klien. Tanpa kemampuan ini hubungan yang terapeutik sulit terjalin dengan baik, karena jika tidak sensitif perawat dapat saja melakukan pelanggaran batas, privasi dan menyinggung perasaan klien.
h.Tidak mudah terpengaruh oleh masa lalu klien ataupun diri perawat sendiri. Seseorang yang selalu menyesali tentang apa yang telah terjadi pada masa lalunya tidak akan mampu berbuat yang terbaik hari ini. Sangat sulit bagi perawat untuk membantu klien, jika ia sendiri memiliki segudang masalah dan ketidakpuasan dalam hidupnya.

B.Fase Hubungan Komunikasi Terapeutik.
Struktur dalam komunikasi terapeutik, menurut Stuart,G.W.,1998, terdiri dari empat fase yaitu:
1) fase preinteraksi
2) fase perkenalan atau orientasi
3) fase kerja dan
4) fase terminasi (Suryani,2005).
Dalam setiap fase terdapat tugas atau kegiatan perawat yang harus terselesaikan.
a.Fase preinteraksi
Tahap ini adalah masa persiapan sebelum memulai berhubungan dengan klien. Tugas perawat pada fase ini yaitu :
1)Mengeksplorasi perasaan,harapan dan kecemasannya;
2)Menganalisa kekuatan dan kelemahan diri, dengan analisa diri ia akan terlatih untuk memaksimalkan dirinya agar bernilai tera[eutik bagi klien, jika merasa tidak siap maka perlu belajar kembali, diskusi teman kelompok;
3)Mengumpulkan data tentang klien, sebagai dasar dalam membuat rencana interaksi;
4)Membuat rencana pertemuan secara tertulis, yang akan di implementasikan saat bertemu dengan klien.
b.Fase orientasi
Fase ini dimulai pada saat bertemu pertama kali dengan klien. Pada saat pertama kali bertemu dengan klien fase ini digunakan perawat untuk berkenalan dengan klien dan merupakan langkah awal dalam membina hubungan saling percaya. Tugas utama perawat pada tahap ini adalah memberikan situasi lingkungan yang peka dan menunjukkan penerimaan, serta membantu klien dalam mengekspresikan perasaan dan pikirannya. Tugas-tugas perawat pada tahap ini antara lain :
1)Membina hubungan saling percaya, menunjukkan sikap penerimaan dan komunikasi terbuka. Untuk membina hubungan saling percaya perawat harus bersikap terbuka, jujur, ihklas, menerima klien apa danya, menepati janji, dan menghargai klien;
2)Merumuskan kontrak bersama klien. Kontrak penting untuk menjaga kelangsungan sebuah interaksi.Kontrak yang harus disetujui bersama dengan klien yaitu, tempat, waktu dan topik pertemuan;
3)Menggali perasaan dan pikiran serta mengidentifikasi masalah klien. Untuk mendorong klien mengekspresikan perasaannya, maka tekhnik yang digunakan adalah pertanyaan terbuka;
4)Merumuskan tujuan dengan klien. Tujuan dirumuskan setelah masalah klien teridentifikasi. Bila tahap ini gagal dicapai akan menimbulkan kegagalan pada keseluruhan interaksi (Stuart,G.W,1998 dikutip dari Suryani,2005)
Hal yang perlu diperhatikan pada fase ini antara lain :
1)Memberikan salam terapeutik disertai mengulurkan tangan jabatan tangan
2)Memperkenalkan diri perawat
3)Menyepakati kontrak. Kesepakatan berkaitan dengan kesediaan klien untuk berkomunikasi, topik, tempat, dan lamanya pertemuan.
4)Melengkapi kontrak. Pada pertemuan pertama perawat perlu melengkapi penjelasan tentang identitas serta tujuan interaksi agar klien percaya kepada perawat.
5)Evaluasi dan validasi. Berisikan pengkajian keluhan utama, alasan atau kejadian yang membuat klien meminta bantuan. Evaluasi ini juga digunakan untuk mendapatkan fokus pengkajian lebih lanjut, kemudian dilanjutkan dengan hal-hal yang terkait dengan keluhan utama. Pada pertemuan lanjutan evaluasi/validasi digunakan untuk mengetahui kondisi dan kemajuan klien hasil interaksi sebelumnya.
6)Menyepakati masalah. Dengan tekhnik memfokuskan perawat bersama klien mengidentifikasi masalah dan kebutuhan klien.
Selanjutnya setiap awal pertemuan lanjutan dengan klien lakukan orientasi. Tujuan orientasi adalah memvalidasi keakuratan data, rencana yang telah dibuat dengan keadaan klien saat ini dan mengevaluasi tindakan pertemuan sebelumnya.
c.Fase kerja.
Tahap ini merupakan inti dari keseluruhan proses komunikasi teraeutik.Tahap ini perawat bersama klien mengatasi masalah yang dihadapi klien.Perawat dan klien mengeksplorasi stressor dan mendorong perkembangan kesadaran diri dengan menghubungkan persepsi, perasaan dan perilaku klien.Tahap ini berkaitan dengan pelaksanaan rencana asuhan yang telah ditetapkan.Tekhnik komunikasi terapeutik yang sering digunakan perawat antara lain mengeksplorasi, mendengarkan dengan aktif, refleksi, berbagai persepsi, memfokuskan dan menyimpulkan (Geldard,D,1996, dikutip dari Suryani, 2005).
d.Fase terminasi
Fase ini merupakan fase yang sulit dan penting, karena hubungan saling percaya sudah terbina dan berada pada tingkat optimal. Perawat dan klien keduanya merasa kehilangan. Terminasi dapat terjadi pada saat perawat mengakhiri tugas pada unit tertentu atau saat klien akan pulang. Perawat dan klien bersama-sama meninjau kembali proses keperawatan yang telah dilalui dan pencapaian tujuan. Untuk melalui fase ini dengan sukses dan bernilai terapeutik, perawat menggunakan konsep kehilangan. Terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat, yang dibagi dua yaitu:
1)Terminasi sementara, berarti masih ada pertemuan lanjutan;
2)Terminasi akhir, terjadi jika perawat telah menyelesaikan proses keperawatan secara menyeluruh. Tugas perawat pada fase ini yaitu :
a)Mengevaluasi pencapaian tujuan interaksi yang telah dilakukan, evaluasi ini disebut evaluasi objektif. Brammer & Mc Donald (1996) menyatakan bahwa meminta klien menyimpulkan tentang apa yang telah didiskusikan atau respon objektif setelah tindakan dilakukan sangat berguna pada tahap terminasi (Suryani,2005);
b)Melakukan evaluasi subjektif, dilakukan dengan menanyakan perasaan klien setalah berinteraksi atau setelah melakukan tindakan tertentu;
c)Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan. Hal ini sering disebut pekerjaan rumah (planning klien). Tindak lanjut yang diberikan harus relevan dengan interaksi yang baru dilakukan atau yang akan dilakukan pada pertemuan berikutnya. Dengan tindak lanjut klien tidak akan pernah kosong menerima proses keperawatan dalam 24 jam;
d)Membuat kontrak untuk pertemuan berikutnya, kontrak yang perlu disepakati adalah topik, waktu dan tempat pertemuan. Perbedaan antara terminasi sementara dan terminasi akhir, adalah bahwa pada terminasi akhir yaitu mencakup keseluruhan hasil yang telah dicapai selama interaksi.

C.Sikap Komunikasi Terapeutik.
Lima sikap atau cara untuk menghadirkan diri secara fisik yang dapat memfasilitasi komunikasi yang terapeutik menurut Egan, yaitu :
1.Berhadapan. Artinya dari posisi ini adalah “Saya siap untuk anda”.
2.Mempertahankan kontak mata. Kontak mata pada level yang sama berarti menghargai klien dan menyatakan keinginan untuk tetap berkomunikasi.
3.Membungkuk ke arah klien. Posisi ini menunjukkan keinginan untuk mengatakan atau mendengar sesuatu.
4.Mempertahankan sikap terbuka, tidak melipat kaki atau tangan menunjukkan keterbukaan untuk berkomunikasi.
5.Tetap rileks. Tetap dapat mengontrol keseimbangan antara ketegangan dan relaksasi dalam memberi respon kepada klien.
Selain hal-hal di atas sikap terapeutik juga dapat teridentifikasi melalui perilaku non verbal. Stuart dan Sundeen (1998) mengatakan ada lima kategori komunikasi non verbal, yaitu :
1.Isyarat vokal, yaitu isyarat paralingustik termasuk semua kualitas bicara non verbal misalnya tekanan suara, kualitas suara, tertawa, irama dan kecepatan bicara.
2. Isyarat tindakan, yaitu semua gerakan tubuh termasuk ekspresi wajah dan sikap tubuh.
3.Isyarat obyek, yaitu obyek yang digunakan secara sengaja atau tidak sengaja oleh seseorang seperti pakaian dan benda pribadi lainnya.
4.Ruang memberikan isyarat tentang kedekatan hubungan antara dua orang. Hal ini didasarkan pada norma-norma social budaya yang dimiliki.
5.Sentuhan, yaitu fisik antara dua orang dan merupakan komunikasi non verbal yang paling personal. Respon seseorang terhadap tindakan ini sangat dipengaruhi oleh tatanan dan latar belakang budaya, jenis hubungan, jenis kelamin, usia dan harapan.

D.Teknik Komunikasi Terapeutik.
Ada dua persyaratan dasar untuk komunikasi yang efektif (Stuart dan Sundeen, 1998) yaitu :
1.Semua komunikasi harus ditujukan untuk menjaga harga diri pemberi maupun penerima pesan.
2.Komunikasi yang menciptakan saling pengertian harus dilakukan lebih dahulu sebelum memberikan saran, informasi maupun masukan.
Stuart dan Sundeen, (1998) mengidentifikasi teknik komunikasi terapeutik sebagai berikut :
1.Mendengarkan dengan penuh perhatian.
Dalam hal ini perawat berusaha mengerti klien dengan cara mendengarkan apa yang disampaikan klien. Mendengar merupakan dasar utama dalam komunikasi. Dengan mendengar perawat mengetahui perasaan klien. Beri kesempatan lebih banyak pada klien untuk berbicara. Perawat harus menjadi pendengar yang aktif.
2.Menunjukkan penerimaan.
Menerima tidak berarti menyetujui, menerima berarti bersedia untuk mendengarkan orang lain tanpa menunjukkan keraguan atau ketidaksetujuan.
3.Menanyakan pertanyaan yang berkaitan.
Tujuan perawat bertanya adalah untuk mendapatkan informasi yang spesifik mengenai apa yang disampaikan oleh klien.
4.Mengulangi ucapan klien dengan menggunakan kata-kata sendiri.
Melalui pengulangan kembali kata-kata klien, perawat memberikan umpan balik bahwa perawat mengerti pesan klien dan berharap komunikasi dilanjutkan.
5.Mengklasifikasi.
Klasifikasi terjadi saat perawat berusaha untuk menjelaskan dalam kata-kata ide atau pikiran yang tidak jelas dikatakan oleh klien.
6.Memfokuskan.
Metode ini bertujuan untuk membatasi bahan pembicaraan sehingga percakapan menjadi lebih spesifik dan dimengerti.
7.Menyatakan hasil observasi.
Dalam hal ini perawat menguraikan kesan yang ditimbulkan oleh isyarat non verbal klien.
8.Menawarkan informasi.
Memberikan tambahan informasi merupakan tindakan penyuluhan kesehatan untuk klien yang bertujuan memfasilitasi klien untuk mengambil keputusan.
9.Diam.
Diam akan memberikan kesempatan kepada perawat dan klien untuk mengorganisir. Diam memungkinkan klien untuk berkomunikasi dengan dirinya sendiri, mengorganisir pikiran dan memproses informasi.
10.Meringkas.
Meringkas pengulangan ide utama yang telah dikomunikasikan secara singkat.
11.Memberi penghargaan.
Penghargaan janganlah sampai menjadi beban untuk klien dalam arti jangan sampai klien berusaha keras dan melakukan segalanya demi untuk mendapatkan pujian dan persetujuan atas perbuatannya.
12.Memberi kesempatan kepada klien untuk memulai pembicaraan.
Memberi kesempatan kepada klien untuk berinisiatif dalam memilih topik pembicaraan.
13.Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan.
Teknik ini memberikan kesempatan kepada klien untuk mengarahkan hampir seluruh pembicaraan.
14.Menempatkan kejadian secara berurutan.
Mengurutkan kejadian secara teratur akan membantu perawat dan klien untuk melihatnya dalam suatu perspektif.
15.Memberikan kesempatan kepada klien untuk menguraikan persepsinya
Apabila perawat ingin mengerti klien, maka perawat harus melihat segala sesuatunya dari perspektif klien.
16.Refleksi.
Refleksi memberikan kesempatan kepada klien untuk mengemukakan dan menerima ide dan perasaannya sebagai bagian dari dirinya sendiri

SUMBER :
Suryani. (2005). Komunikasi Terapeutik Teori & Praktek. Jakarta, EGC.
Stuart.G.W. & Sundeen.S.J.(1998) . Buku Saku Keperawatan Jiwa.Alih Bahasa: Achir Yani S. Hamid. ed ke-3. Jakarta, EGC
Ann Isaacs,RN, CS,MSN

KEBUNTUAN DALAM KOMUNIKASI TERAPEUTIK

HAMBATAN-HAMBATAN
DALAM MENERAPKAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK
Kebuntuan terapeutik atau hambatan kemajuan hubungan perawat-pasien yang timbul karena berbagai alasan dan mungkin terjadi dalam berbagai bentuk yang berbeda, tetapi semuanya menghambat hubungan terapeutik. Oleh karena itu, perawat harus segera mengatasinya. Kebutuhan ini menimbulkan perasaan tegang baik perawat maupun pasien yang berkisar dari ansietas dan kekhawatiran sampai frustasi, cinta, atau sangat marah.
Bentuk-bentuk hambatan komunikasi terapeutik adalah sebagai berikut :
1. RESISTENS
Resisten adalah upaya pasien untuk tetap tidak menyadari aspek penyebab ansietas yang dialaminya. Resisten merupakan keengganan alamiah atau penghindaran yang dipelajari untuk mengungkapkan atau bahkan mengalami aspek yang bermasalah pada diri seseorang. Sikap ambivalen terhadap eksplorasi diri, yang didalamnya pasien menghargai juga menghindari pengalaman yang menimbulkan ansietas, merupakan bagian normal proses teurapeutik. Resistens utama seringkali merupakan akibat dari ketidak sediaan pasien untuk berubah ketika kebutuhan untuk berubah dirasakan. Perilaku resistens biasanya diperlihatkan oleh pasien selama fase kerja karena fase ini memuat sebagian besar proses penyelesaian masalah.
KENAPA RESISTENS TERJADI / DIALAMI KLIEN ?
• Perawat berfokus pd diri sendiri
• Thrust belum terbina
• Perawat terlalu banyak membuka diri
BENTUK-BENTUK RESISTENS yang diperlihatkan pasien :
1. Supresi dan represi informasi terkait.
2. Intensifikasi gejala.
3. Devaluasi diri dan pandangan keputusasaan tentang masa depa.
4. Dorongan untuk sehat yang terjadi secara tiba-tiba tetapi hanya kesembuhan yang bersifat sementara.
5. Hambatan intelektual yang mungkin tampak ketika pasien mengatakan bahwa ia tidak mempunyai pikiran apapun atau tidak mampu memikirkan masalahnya ; tidak menepati janji pertemuan atau datang terlambat untuk suatu sesi, lupa, diam atau mengantuk.
6. Prilaku amuk atau tidak rasional.
7. Pembicaraan yang superfisial.
8. Pemahaman intelektual yang didalamnya pasien mengungkapkan pemahaman dirinya dengan menggunakan istilah yang tepat namun tetap berprilaku maladaptif, atau menggunakan mekanisme pertahanan intelektualisasi tanpa diikuti pemahaman.
9. Muak terhadap normalitas yang terlihat ketika pasien telah memiliki pemahaman tetapi menolak memikul tanggung jawab untuk berubah dengan alasannya bahwa normalitas adalah hal yang tidak penting.
10. Reaksi transferens.

2. TRANSFERENS
Transferens adalah respon tidak sadar yang didalamnya pasien mengalami perasaan dan sikap terhadap perawat yang pada dasarnta terkait dengan tokoh penting dalam kehidupan masa lalu pasien. Istilah ini merujuk pada sekelompok reaksi yang berupaya mengurangi atau menghilangkan ansietas. Sifat yang paling menonjol dari transferens adalah ketidak tepatan respon pasien dalam hal intensitas dan penggunaan mekanisme pertahanan displacement yang maladaptif. Reaksi transferens membahayakan proses teurapeutik hanya bila hal ini tetap diabaikan dan tidak di telaah oleh perawat. Ada dua jenis utama , yaitu reaksi bermusuhan dan tergantung.
BAIK/TIDAKKAH BILA TRANSFERENS TIDAK DITANGGULANGI ???
Tidak baik, ……………!!!!!!!
• Bisa membuat klien ketergantungan
• Klien membenci perawat
• Perawat terpuruk : tidak bisa menerima respon emosional klien baik positif maupun negatif
• Resisten kadang terjadi apabila perawat dan klien tidak ada pada tujuan atau rencana yang telah disepakati bersama ; kontrak pd tahap orientasi tidak jelas batasannya
APA YANG HARUS DILAKUKAN BILA TRANSFERENS DAN RESISITENS TERJADI PADA KLIEN ???
• Mendengarkan / Listening
• Klarifikasi dan refleksi
• Menggali perilaku

3. KONTERTRANSFERENS
Kontertransferens yaitu kebuntuan teurapeutik yang dibuat oleh perawat, bukan oleh pasien. Kontertransferens merupakan respons emosinal spesifik oleh perawat terhadap pasien yang tidak sesuai dengan intensitas emosi. Kontertransferens adalah transferen yang diterapkan pada perawat. Respon perawat tidak dapat dibenarkan oleh kenyataan,tetapi lebih mencerminkan konflik terdahulu yang dialami terkait dengan isu-isu seperti otoritas,keasertifan,gender, dan kemandirian. Reaksi kontertransferens biasanya berbentuk salah satu dari 3 jenis, yaitu reaksi,mencintai atau perhatian berlebihan,reaksi sangat bermusuhan atau membenci, dan reaksi sangat cemas,seringkali menjadi respon terhadap resisten pasien.
Beberapa bentuk countertransfer yang diperlihatkan oleh perawat :
1. Kesulitan ber-empati terhadap pasien dalam area masalah tertentu.
2. Perasaan tertekan setelah sesi.
3. Kecerobohan dalam mengimplementasikan kontra seperti datang terlambat,atau melampaui waktu yang telah ditentukan.
4. Mengantuk selama sesi.
5. Perasaan marah atau tidak sabar karena ketidak inginan pasien untuk berubah.
6. Dorongan terhadap ketergantungan, pujian, atau afeksi pasien.
7. Berdebat dengan pasien atau kecenderungan untuk memaksa pasien sebelum ia siap.
8. Mencoba untuk membantu pasien dalam segala hal yang tidak berhubungan dengan tujuan keperawatan yang telah diidentifikasi.
9. Keterlibattan dengan pasien dalam tingkat personal atau sosial.
10. Melamunkan atau preokupasi dengan pasien.
11. Fantasi seksual atau agressive dengan pasien.
12. Perasaan ansietas, gelisah, atau perasaan bersalah terhadap pasien terjadi berulang kali.
13. Kecenderungan untuk berfokus hanya pada satu aspek informasi dari pasien atau menganggap hal tersebut sebagai satu-satunya cara.
14. Kebutuhan untuk mempertahankan intervensi keperawatan kepada pasien.

CARA UNTUK MENGIDENTIFIKASI TERJADINYA KONTERTRANSFERENS
a. Mempunyai standar yang sama terhadap dirinya sendiri atas apa yang diharapkan kepada kliennya
b. Harus dapat menguji diri sendiri melalui latihan menjalin hubungan terutama ketika klien mengkritik atau menentang
c. Harus dapat menemukan sumber masalah
d. Ketika terjadi kontertransferens, perawat harus bisa mengontrolnya
e. Pengawasan secara individu dan kelompok bisa membantu mengatasi kontertransferens

4.PELANGGARAN BATAS
Pelanggaran batasan terjadi ketika perawat melampaui batasan hubungan teurapeutik dan membina hubungan sosial, ekonomi, atau personal dengan pasien. Sebagai ketetapan umum, kapanpun perawat melakukan atau memikirkan sesuatu yang khusus, berbeda atau luar biasa terhadap pasien, biasanya terjadi pelanggaran batasan. Hubungan seksual dalam bentuk apapun tidak akan pernah teurapeutik dan tidak dapat diterima dalam hubungan perawat-pasien.
KEMUNGKINAN PELANGGARAN BATASAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERAWAT JIWA
- Pasien mengajak makan siang atau makan malam di luar
- Hubungan profesional berubah menjadi hubungan sosial
- Perawat menghadiri pesta atas undangan pasien
- Perawat secara teratur memberikan informasi personal kepada pasien
- Pasien mengenalkan perawat kepada anggota keluarganya seperti anaknya untuk tujuan hubungan sosial
- Perawat menerima hadiah dari bisnis dari bisnis pasien
- Pasien setuju menemui pasien untuk terapi di luar tatanan yang biasanya tanpa alasan yang terapeutik
- Perawat menghadiri acara-acara sosial pasien
- Perawat memberikan hadiah yang mahal kepada perawat
- Perawat secara rutin memeluk atau memegang pasien
- Perawat menjalankan bisnis atau membeli barang dari pasien

5. REWARDS
• Dalam keperawatan : kontroversial
• Rewards bisa dalam berbagai bentuk : nyata dan tidak nyata
• Pada tahap orientasi : dpt merusak hub, karena K dpt memanipulasi perawat dng cara mengatur hub dan mengatur batasan-batasan dalam berhubungan
• Kondisi memaksakan sulit untuk melakukan konfrontasi pada klien
• Pada tahap terminasi : memiliki arti lain dan kompleks, krn refleksi keinginan klien hub terapeutik menjadi sosial

MMENGATASI HAMBATAN TERAPEUTIK
Untuk mengatasi hambatan teurapeutik, perawat harus siap mengungkapkan perasaan emosional yang sangat kuat dalam konteks hubungan perawat -pasien. Awalnya , perawat harus mempunyai pengetahuan tentang hambatan teurapeutik dan mengenali prilaku yang menunjukkan adanya hambatan tersebut. Kemudian perawat dapat mengklarifikasi dan mengungkapkan perasaan serta isi agar lebih berfokus secara objektif pada apa yang sedang terjadi.
Latar belakang prilaku dikaji, baik pasien (untuk reaksi resistens dan transferensa) atau perawat (untuk reaksi kontertransferens dan pelanggaran batasan) bertanggung jawab terhadap hambatan teurapeutik dan dampak negatifnya pada proses teurapeutik. Terakhir, tujuan hubungan, kebutuhan, dan masalah pasien ditinjau kembali. Hal ini dapat membantu perawat untuk membina kembali kerja sama teurapeutik yang sesuai dengan proses hubungan perawat-pasien.
Sumber :Gail W.Stuart, Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 5, EGC,Jakarta, 2002